ARB INdonesia, JAKARTA – Kinerja legislasi DPR 2014-2019 dinilai sangat mengecewakan. Kurun lima tahun, DPR hanya menghasilkan 80 UU, di mana 40 persen di antaranya UU di luar prolegnas. Termasuk RUU KUHP yang telah mangkrak puluhan tahun lamanya.
“Kinerja legislasi DPR 2014 – 2019 boleh dikatakan sangat mengecewakan,” kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono, Minggu (29/9/2019).
Pernyataan Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu bukannya tanpa alasan. Pertama, target legislasi dalam Program Legislasi Nasional (Prolgenas) yang tidak pernah terpenuhi. Dari 189 RUU target selama 5 tahun DPR baru mengesahkan 80 an UU (40% an) itupun UU yang dibentuk mayoritas adalah UU yang masuk kategori di luar prolegnas yaitu daftar kumulatif terbuka. Seperti pengesahan perjanjian internasional tertentu, akibat putusan Mahkamah Konstitusi; Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
“Ketika di akhir masa jabatan ini target tidak terpenuhi DPR berkilah bahwa mereka lebih menekankan aspek kualitas UU dibandingkan kuantitas, namun jangan lupa mereka sendiri pula yang menentukan target legislasi dalam prolegnas di awal masa jabatan. Jika sejak awal prioritas pada kualitas seharusnya jumlah RUU yang ada dalam Prolegnas tidak perlu sebesar itu,” ujar Bayu.
Kedua, aspek kualitas pembentukan UU Juga menunjukkan permasalahan. Selain berbagai UU kontroversial yang terjadi di akhir masa jabatan karena pembahasannya yang tiba-tiba, tertutup dan bertolak belakang dengan kehendak publik, maka sejak lama DPR periode 2014 – 2019 sebenarnya sudah membentuk UU yang mengandung masalah.
“Sebagai contoh dalam perubahan UU MD3 awal 2018 yang menjadikan DPR sebagai lembaga yang makin jauh dari rakyat dan anti kritik karena ada pasal yang bisa memerintahkan kepolisian panggil paksa dan menyandera orang yang tidak menghadiri panggilan DPR. Kemudian pasal tentang tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Untungnya kemudian pasal-pasal tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” papar Bayu.
Sumber: detikcom


BERITA TERHANGAT
Mahasiswa Demo Soal Jembatan Sungai Piring, Ini Kata Ketua DPRD Inhil
11 Unit Alat Pertanian Kembali Disalurkan untuk Petani di Inhil
Milad Inhil ke 56, Ketua DPRD : Tak ada Daerah yang Miskin, yang ada Daerah Tak Dikelola Dengan Baik