PEKANBARU (www.detikriau.org) – Kasus pers terkait pemberitaan yang bertanggung jawab adalah pemimpin redaksi, sedangkan bersinggungan industrial menjadi tanggung jawab pemimpin perusahaan media massa. Dasar hukum digunakan menyelesaikan kedua kasus tersebut UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Demikian dikatakan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta, Sholeh Ali, dalam paparannya di depan peserta Workshop Advokat Berperspektif Pers, Sabtu (23/3), di Hotel Ibis.
Di hari pertama, selain Wakil Direktur LBH Pers Jakarta, Sholeh Ali, narasumber lainnya, Kompol Efri Yarnuri, SH, MSi, Kanit I Subdit I Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Riau, dan Direktur Eksekutif LBH Pers Jakarta, Nawawi Bahruddin.
Sholeh menjelaskan, narasumber atau orang dirugikan dengan pemberitaan suatu media, sudah seharusnya melakukan prosedur yang diatur dalam Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Prosedur tersebut di antaranya menggunakan hak jawab dan koreksi yang sifatnya wajib dimuat oleh media bersangkutan.
Namun, tidak ada keharusan untuk memuat seluruh atau seutuhnya, tetap saja diedit kedua hak tersebut. “UU Pers sangat penting melindungi jurnalis. Hak jawab wajib dinaikkan, tapi harus diedit, dan tak semuanya utuh dinaikkan, kalau itu berpotensi melanggar hukum,” kata Sholeh.
Kegiatan ini diikuti para advokat dan jurnalis korban kekerasan serta dihadiri juga oleh pemimpin redaksi cetak di Pekanbaru. Sholeh menjelaskan, jika narasumber atau orang dirugikan tersebut menggelar konferensi pers, apa yang disampaikan saat itu, tanpa diminta media bisa memuatnya.
“Seperti apa yang dilakukan petinggi FPI, Munarman, ia menggelar konferensi pers dan Tempo memuatnya tanpa diminta oleh Munarman,” kata Sholeh.
Sementara itu, Kompol Efri Yarnuri menjelaskan, apabila terjadi kasus pers disebabkan suatu pemberitaan, baik berpotensi tindak pidana pers maupun tidak, maka diharapkan menempuh langkah melaporkan terlebih dahulu ke Dewan Pers.
Dewan Pers, tuturnya, memiliki fungsi sebagai mediator dan mengarahkan pelapor untuk menggunakan hak jawab dan koreksi. Kedua hak itu harus dilakukan sebelum mengadu ke polisi untuk menempuh porses hukum.
“Dalam hal penyelidikan penyelidik dan penyidik terhadap adanya dugaan tindak pidana pers, polisi akan berkoordinasi dengan Dewan Pers,” jelasnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif LBH Pers Jakarta, Nawawi Bahruddin, mengatakan, workshop ini diselenggarakan di Pekanbaru, karena semakin tingginya intensitas kekerasaan terhadap jurnalis. “Selain itu, kita juga ingin menerima masukkan dari para jurnalis dan advokat di Pekanbaru,” pungkasnya. (*/rls)


BERITA TERHANGAT
PGRI Riau dan Polda Riau Sepakat Perkuat Perlindungan Hukum Guru dan Gerakan Green Policing
Polda Riau Lanjutkan Operasi PETI di Inhu, Dorongan Masyarakat Jadi Spirit Utama
Sidang Praperadilan Aldiko Putra Kembali Ditunda, Polres Kuansing Dinilai Gagal Menyiapkan Pembelaan