Perizinan dan Kerusakan Hutan Gambut Paling Menarik Bagi Jurnalis
Pekanbaru (www.detikriau.org) -Topik kerusakan hutan gambut dan persoalan perizinan sektor kehutanan paling banyak menarik perhatian dan minat jurnalis peserta Training Jurnalistik Liputan Investigasi Kehutanan. Dua bidang itu paling banyak diusulkan untuk dibedah lebih lanjut melalui liputan investigatif.
Usulan liputan tersebut menjadi bagian akhir dari training tiga hari yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru bersama Strengthening Integrity and Accountability Program (SIAP) II dari USAID. Pelatihan tersebut digelar di Hotel Rindu Sempadan, Minas, Siak dari tanggal 11-13 Januari 2013.
Dalam training kali ini, panitia juga memberikan dukungan kepada peserta untuk mendalami lebih lanjut isu liputan investigasinya. Terutama, kepada empat peserta yang dinilai terbaik dalam membuat rancangan peliputan. Mereka berhak mendapatkan fellowship untuk liputan tersebut, dengan dana beasiswa per orang sebesar Rp1,5 juta. Selain itu, ada pula hadiah lain berupa novel berjudul Sarongge karya Tosca Santoso.
Keempat peserta yang mendapatkannya adalah Bagus Himawan, Zamzami, Patra Budianto dan Wide Munadir Rosa. Keempatnya terpilih oleh tim penilai yang merupakan trainer dalam kegiatan tersebut. Mereka adalah IGG Maha Adi yang merupakan Direktur Society of Indonesia Environmental Journalists, Dandhy Dwi Laksono yang juga Koordinator Penyiaran dan Media Baru AJI Indonesia peraih penghargaan Jurnalis Terbaik Jakarta 2008 untuk liputan investigasi Pembunuhan Munir, serta Ahmad Fitri yang juga anggota Komisi Etik AJI Pekanbaru sekaligus mantan Ketua AJI Pekanbaru.
Selain ketiga trainer itu, ada juga pemateri lain yang berasal dari perwakilan SIAP II di Riau. Mereka adalah Raflis dari Transparency International Indonesia (TII) Unit Lokal Riau dan Made Ali dari Riau Corruption Trial. Lalu, Triono Hadi peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau dan Afdhal dari World Wild Fund (WWF) di Riau.
Dikatakan IGG Maha Adi, Minggu (13/1), penilaian dimaksud meliputi aspek kesuaian rancangan peliputan yang diusulkan dengan tema yang ditentukan panitia. Kemudian, kedalaman atau tingkat penguasaan isu-isu bidang kehutanan dan angle yang menarik serta mencerminkan permasalahan kehutanan di Riau. Terakhir, peluang keberhasilan peliputan atau nilai realistisnya untuk diterapkan.

Ketua Panitia, Fakhrurrodzi, Minggu (13/1), mengungkapkan, empat orang yang mendapatkan fellowship tersebut diberi keleluasaan waktu untuk mengerjakan liputannya selama lebih kurang dua bulan, hingga akhir Februari mendatang. Liputan itu selanjutnya diterbitkan di media masing-masing.
Peserta pelatihan berasal dari berbagai media di Riau baik media arus utama ataupun alternatif serta beberapa perwakilan organisasi profesi jurnalis di Pekanbaru. Mereka selain mendapatkan ilmu-ilmu bernas, tips dan trik yang terbukti secara empiris di lapangan dari para trainer, juga memperoleh ilmu dari beberapa individu yang sangat berkompeten di bidangnya, sebagai penambah wawasan dan penguat motivasi para peserta. Individu-individu tersebut adalah Direktur Utama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abet Nego Tarigan dan Manajer Advokasi Walhi Muhnur. Kemudian, Tosca Santoso yang kini menjabat sebagai Direktur Kantor Berita Radio 68H, Green Radio dan Tempo TV. (rls AJI Pekanbaru)


BERITA TERHANGAT
PGRI Riau dan Polda Riau Sepakat Perkuat Perlindungan Hukum Guru dan Gerakan Green Policing
Polda Riau Lanjutkan Operasi PETI di Inhu, Dorongan Masyarakat Jadi Spirit Utama
Sidang Praperadilan Aldiko Putra Kembali Ditunda, Polres Kuansing Dinilai Gagal Menyiapkan Pembelaan