11 Desember 2025

Media Ekspres

Mengulas Berita dengan Data Akurat

Hutan Mangrove Terbaik di Indonesia, Sungai Asam Simpan Potensi Ekowisata

Bagikan..
Bupati Inhil saat mengunjungi wisata mangrove di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh
Bupati Inhil saat mengunjungi wisata mangrove di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh

TEMBILAHAN (detikriau.org) – Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau memiliki hutan mangrove terbaik se-Indonesia yang terletak di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh. Hutan tersebut merupakan potensi wisata berstandar nasional seluas 6 ribu hektar.

Hebatnya, pada tahun tanggal 5 Juni 2008 lalu, hutan itu mendapat penghargaan dari Presiden RI masa jabatan SBY. Tak lama kemudian dijadikan sebagai pusat pengelolaan ekoregion sumatera di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (BLH) RI.

Bupati Indragiri Hilir (Inhil) HM Wardan mengatakan, budidaya mangrove sungai Asam ini sudah berlangsung sejak tahun 2004 lalu. Awalnya hanya 50 hektar namun karena ada perkembangan dan pemeliharaan yang baik, maka diluaskan menjadi 60 hektar.

“Ini mangrove terbaik se-Indonesia, di sini tidak ada pencemaran dan tidak ada penebangan sembarangan. Kita rawat dengan baik melalui beberapa SKPD terkait, baik BLH, Dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan dan Bappeda,” ungkap Wardan, kemarin.

Diakuinya, banyak masyarakat yang tidak mengetahu lokasi hutan dan keindahannya, karena sampai saat ini hutan itu belum dipromosikan secara luas.

Ia berkomitmen untuk terus mengembangan potensi mangrove tersebut dengan cara melakukan penataan lebih tertata lagi serta mencarikan solusi para pengunjung mudah menuncur ke lokasi. Sebab tempat itu jauh dari pemukiman warga dan ditempuh dengan kendaraan air yang cukup melelahkan.

“Mulai sekarang kita sedang memikirkan akses menuju ke sini, kita kaji lebih dalam lagi dari mana kita mulai infrastruktur kita bangun,” tambahnya.

Sementara itu, menurut salah satu warga setempat, Abas, selaku perintis hutan mangrove itu menjelaskan bahwa awalnya lokasi itu sangat rusak tanpa ada yang mengurus. Padahal banyak masyarakat yang mendatangi lokasi untuk mencari siput dan kepiting.

“Itu terjadi 20 an tahun yang silam. Memasuki tahun 2003, saya berfikir untuk memperbaiki dan memelihara bagaimana hutan ini bisa terawat dengan baik. Kami mulai menggarap pada awal tahun 2004, tahun 2005 hutan ini sudah jadi hingga sekarang,” kata Abas.

Sepanjang pekerjaan mulianya ini, sering kali dikunjungi oleh para mahasiswa di berbagai universitas untuk melakukan penelitian-penelitian.

Adapun fungsi fisik kawasan tersebut, disampaikannya, berdasarkan data yang dilampirkan Kementerian BLH RI bahwa ada  5 fungsi, pertama menjaga garis pantai tetap stabil, kedua melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi dan abrasi, ketiga mengurangi atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat, keempat menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru, dan terakhir sebagai kawasan penyangga proses intrusi dan filter air asin.

“Dari berbagai fungsi fisik itu, saya fikir kedepan kawasan ini tidak hanya sebatas berstandar nasional, namun menjadi ekowisata go Internasional,” tandasnya. (mirwan)