
TEMBILAHAN (detikriau.org) – Maraknya investasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) akhir-akhir ini, diharapkan dapat memberikan kebaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama para petani.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPRD Inhil, Amd Junaidi AN dalam press releasenya kepada sejumlah awak media, di Gedung DPRD, Jalan HR Soebrantas Tembilahan, Senin (22/6/2016).
Dikatakan Junaidi, saat ini cukup banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh kemitraan masyarakat dengan koperasi dan atau perusahaan di Kabupaten Inhil. Dimana, kemitraan yang dijanjikan awalnya manis, menggambarkan kebaikan dan menjanjikan kesejahteraan bagi para petani. Namun kenyataannya, sekarang mulai bermunculan berbagai persoalan-persoalan yang pada kenyataannya merugikan masyarakat.
“Inilah bentuk kerjasama yang awalnya manis, tapi yang dirasakan pahit. Inilah bentuk kemitraan yang tidak berpihak kepada petani,” tutur Junaidi.
Seperti yang dialami masyarakat Kempas yang bermitra dengan PT ASI melalui Koperasi, yakni pola kemitraan dengan bentuk sherr 60:40 yang pada akhirnya tidak jelas. Selain itu, yang lebih miris lagi kemitraan yang dibangun sejak tahun 2005 ini kandas dengan dililit hutang yang besar pada bank atas kredit pembangunan kebun kemitraan ini.
“Kemana hasil panen kami, kami hanya menerima Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu perbulannya, inipun dibayar 3 bulan sekali. Aneh bukan, padahal kelapa sawit kami sudah berbuah dan dipanen 2-3 kali dalam sebulan,” tutur salah satu perwakilan kelompok tani di Kempas, Hamzah.
Dijelaskan Hamzah, pendapatan yang dijanjikan oleh pihak perusahaan sebelumnya tidak kunjung tiba, yang timbul hanya berbagai kebijakan atas pembagian hasil panen kelapa sawit yang jauh sekali dari apa yang pernah dijanjikan perusahaan saat sosialisasi pembangunan kebun beberapa waktu lalu.
Menanggapi penyampaian mahasiswa tersebut, ketua komisi II DPRD Inhil, Amd Junaidi AN Menyatakan bahwa inilah gambaran kemitraan yang tidak jelas dan merugikan petani. Dimana tidak ada dokumen perjanjian yang dapat membela hak-hak petani dan yang dapat menguntungkan petani. Padahal, yang namanya kemitraan itu harus sama-sama menguntungkan.
“Meskinya, perjanjian-perjanjian itu harus jelas dan terukur serta tertera dalam dokumen pengusulan IUP yang menjadi dasar pemikiran dalam mengeluarkan izin, misalnya kredit atas pembangunan kebun kemitraan, berapa besarnya dan untuk apa saja biaya tersebut,” terang junaidi
Selain itu, lanjut politisi partai Golkar inhil ini, harus tercantum juga rencana biaya pembangunan kebun, apa saja biaya yang dijadikan Cash Flow, berapa kali pupuk dan berapa kali penyiangan, pupuk apa saja yang dipakai dan berapa dosisnya hingga tanaman pada umur berapa.
“Semua ini mau jelas dan tertulis, sehingga petani menjadi tau berapa hutang mereka dan untuk apa saja, begitu juga dengan pola bagi hasilnya,” imbuhnya. (adi/adv)


BERITA TERHANGAT
Usulan Pinjam 200 M Ditolak DPRD, Ketua PAN Inhil : Segala yang Baik Lahir dari Persiapan yang Matang
Sekretaris Komisi IV DPRD Inhil Hadiri Upacara Hari Sumpah Pemuda Ke-97 Tahun 2025
Ketua DPRD Inhil Serap Aspirasi Warga Lewat Reses III di Jalan Raja Ali Haji, Tirta 1, Masyarakat Menyampaikan Perbaikan Infrastruktur dan Rehabilitasi Surau Almuklisin