10 Desember 2025

Media Ekspres

Mengulas Berita dengan Data Akurat

Junaidi : Kita Bukan Menolak Investor, Tapi Perjelas Pola Kemitraannya

Bagikan..
Ketua Komisi II DPRD Inhil Junaidi memimpin RDP. Foto: Adi
Ketua Komisi II DPRD Inhil Junaidi memimpin RDP. Foto: Adi

TEMBILAHAN (detikriau.org) – Kondisi masyarakat yang terlilit hutang cukup besar akibat menjalin kerjasama dengan perusahaan, bukanlah sepenuhnya salah mereka sendiri. Ini lebih dikarenakan ketidakberdayaan masyarakat dalam menyelamatkan perkebunan kelapa mereka, sehingga termakan oleh bujuk rayu dan janji manis para investor yang tidak bertanggung jawab.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPRD Inhil, Amd Junaidi AN kepada detikriau.org usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), terkait dengan perizinan perusahaan dan koperasi, Rabu (17/6/2015).

RDP yang digelar di ruang Banggar Gedung DPRD, Jalan HR Soebrantas Tembilahan ini, turut dihadiri Wakil Ketua Komisi II, Edi Gunawan dan para anggota, serta diikuti perwakilan BP2MPD, Disperindag, Diskop dan UMKM Kabupaten Inhil.

Pada kesempatan itu, Junaidi mempertanyakan kepada BP2MPD tentang status perizinan dan pola kemitraan yang diterapkan oleh PT Agro Sarimas Indonesia (ASI). Pasalnya, perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan masyarakat sejak tahun 2004 silam itu, saat ini sudah banyak menimbulkan permasalahan dan keluhan di tengah-tengah masyarakat.

“Berdasarkan laporan yang kita terima dari masyarakat, pola kemitraan yang dilaksanakan oleh pihak perusahaan tidak jelas dan tidak sesuai dengan komitmen awal, sehingga sekarang masyarakat tidak tahu dimana lokasi lahan mereka dan seperti apa sistem pembagian hasilnya,” tutur Junaidi.

Seperti pada tahun 2010 lalu, lanjut Junaidi, untuk 1 hektar lahan perkebunan, dalam sekali panennya masyarakat hanya mendapat uang sekitar Rp 16 ribu. Sedangkan di tahun 2015 ini, masyarakat mendapatkan bagian sebesar Rp 200 ribu.

“Inikan aneh, karena menurut masyarakat, pada perjanjian awalnya masyarakat mendapatkan 70 persen dan perusahaan 30 persen dari hasil perkebunan. Karena itu, kami meragukan apakah perusahaan ini sudah memiliki izin usaha perkebunan budidaya, yang memuat tentang pola kemitraan dan lain sebagainya,” tambahnya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kepala BP2MPD Inhil yang diwakili Kabid Penanaman Modal, Erni Yusnita menjelaskan, setelah adanya pelimpahan terkait perizinan perusahaan, pihaknya belum mengetahui secara pasti status perusahaan tersebut, sehingga akan dilakukan pengecekan di lapangan.

“Sedangkan untuk persoalan pola kemitraan, bukan menjadi tanggung jawab kita, tapi itu kewenangan Dinas Koperasi,” terangnya.

Senada dengan itu, Kepala Diskop dan UMKM Inhil yang diwakili Azwardi menyatakan bahwa saat ini di Kabupaten Inhil terdapat sebanyak 15 perusahaan dan 22 koperasi.

“Dari jumlah tersebut, hingga kini kami belum ada memberikan rekomendasi satupun kepada koperasi,” katanya.

Setelah mendengarkan jawaban tersebut, Junaidi meminta kepada Pemkab Inhil, untuk mempertegas dan meninjau kembali seluruh perizinan perkebunan yang telah dikeluarkan, sehingga komitmen mempertahankan Kabupaten Inhil sebagai daerah dengan hamparan kelapa dunia seperti yang digadang-gadangkan selama ini tidak hanya retorika belaka.

“Kita di Komisi II bukan menolak investor masuk ke Inhil, tapi kita minta diperjelas pola kemitraan dan kerjasamanya,” pungkasnya.(adi/adv)