Hamas memiliki sayap militer yang membantu perjuangan membebaskan Palestina dari pendudukan Israel. Namanya Izz ad-Din al-Qassam
detikriau.org – PERDANA Menteri Israel Benyamin Netanyahu menuding organisasi Palestina Hamas berada di balik penculikan tiga remaja negara Yahudi tersebut. Tuduhan tak beralasan ini lantas disusul dengan operasi militer dan serangan udara ke kota Gaza oleh Zionis Israel sejak 8 Juli 2014 lalu. Puluhan luka-luka dan tidak sedikit warga Palestina yang tewas.
Netanyahu terkesan kukuh ingin membasmi anggota Hamas di Palestina. Keinginan tersebut diduga memuncak setelah organisasi Harakat Muqawamah al Islamiyyah ini mendukung Palestina bersatu bersama Fatah, seteru politik mereka. Hal ini pula yang terus menerus menjadi mimpi buruk bagi Zionis Israel.
Ketakutan Israel terhadap Hamas cukup beralasan jika dilihat dari jejak sejarah pembentukan sejak 1987 atau selama intifadah pertama. Organisasi yang berarti ‘Gerakan Perlawanan Islam’ ini merupakan cabang Ikhwanul Muslimin Mesir. Beberapa negara seperti Israel, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Yordania, Mesir dan Jepang mengklasifikasikan Hamas sebagai organisasi teroris. Sementara Iran, Rusia, Turki, Cina dan banyak negara di seluruh dunia Arab tidak mengambil sikap atas Hamas.
Hamas telah memerintah Jalur Gaza setelah memenangkan mayoritas kursi di Parlemen Palestina pada pemilihan 2006, dan mengalahkan organisasi politik Fatah dalam serangkaian bentrokan.
Hamas didirikan oleh Sheikh Ahmed Yassin yang bertujuan untuk membebaskan Palestina dari pendudukan Israel. Selain itu, berdasarkan Piagam Hamas 1988, organisasi ini juga ingin mendirikan negara Islam di Tepi Barat, Jalur Gaza dan wilayah yang sekarang menjadi negara Israel.
Sikap Hamas sedikit melunak kepada Israel pada 2009. Mereka sepakat bekerjasama dengan resolusi konflik Arab-Israel dengan menyatakan kawasan perbatasan Palestina sesuai perjanjian tahun 1967. Selain itu, Hamas juga bakal bekerja sama jika pengungsi Palestina memegang hak untuk kembali ke Israel dan Yerussalem Timur menjadi ibu kota negara baru.

Rekonsiliasi damai tersebut tidak berjalan lama, setidaknya hingga 2014. Apalagi saat Mousa Abu Marzook Mohammed, wakil ketua biro politik Hamas mengatakan tidak akan mengakui Israel dan itu adalah garis merah yang tidak bisa dilewati.
Hamas memiliki sayap militer yang membantu perjuangan membebaskan Palestina dari pendudukan Israel. Namanya Izz ad-Din al-Qassam. Sayap militer ini telah meluncurkan serangan roket dari 1993 hingga 2006.
Pejuang Hamas ini juga turut menjadi pelaku bom bunuh diri di kawasan pendudukan Israel yang cukup meresahkan warga Yahudi tersebut. Selain itu, Izzad Din al Qassam juga melakukan serangkaian serangan dengan senjata ringan, roket dan mortir ke daerah-daerah militer Israel.
Tokoh-Tokoh Hamas
* Mahmoud al-Zahar
Mahmoud al-Zahar adalah salah satu pendiri Hamas. Pria kelahiran 1945 ini juga tercatat sebagai anggota Dewan kepemimpinan Hamas di Jalur Gaza.
* Sheikh Ahmed Yassin
Sheikh Ahmed Ismail Yassin dilahirkan di desa Al Jaurah, pinggiran Al-Mijdal, selatan Jalur Gaza (sekarang dekat Ashkelon di Israel). Tanggal lahirnya tak diketahui secara pasti. Menurut paspor, ia lahir pada 1 Januari 1929, namun ia telah menyatakan sebenarnya telah lahir pada 1938.
Sedangkan sumber Palestina mendaftarkan tahun lahirnya ialah 1937. Saat masih kanak-kanak, ia dan keluarganya terpaksa menjadi pengungsi akibat perang perlawanan terhadap Zionis Israel pada 1948.
Yassin mendirikan Hamas dengan rekannya Abdel Aziz al-Rantissi dan Khaled Meshal pada tahun 1987. Sheikh Ahmed adalah seorang tuna netra dan juga seorang paraplegic akibat kecelakaan olah raga pada masa mudanya. Sejak kecelakaan tersebut, dirinya terpaksa menggunakan kursi roda sepanjang sisa hidupnya.
Ia merupakan pejuang Intifadhah, mujahid dakwah yang berjuang menegakkan Islam dan qiyadah/pemimpin Palestina. Sheikh Ahmed Yassin dibunuh pada Senin, 22 Maret 2004. Saat itu helikopter Israel menghujam tiga roket ke kendaraannya seusai salat Subuh dan dalam keadaan berpuasa.
* Yahya Ayyash
Yahya Ayyash lahir di Rafah, Nablus, Palestina, pada 6 Maret 1966. Dia meninggal 5 Januari 1996 pada umur 29 tahun.
Yahya adalah seorang anggota Hamas yang menyelesaikan pendidikan dasarnya di Rafat dengan memuaskan yang membuatnya memenuhi syarat belajar keahlian teknik di Universitas Bir Zeit. Ayyash menerima gelar sarjana dari teknik elektro pada 1988.
Ia aktif dalam barisan Brigade Ezzul Deen Al Qassam di awal 1992. Dirinya merupakan spesialis pembuat bahan peledak dari bahan mentah yang tersedia di daerah Palestina. Ia dipercayakan dengan pengenalan teknik bom bunuh diri dalam konflik Israel-Palestina.
Ayyash menjadi salah satu ketua pembuat bom di Hamas. Dalam kapasitas itu, ia menerima gelar “Sang Insinyur.” Pengeboman yang dirancangnya menyebabkan kematian lebih dari 70 orang Israel.
Ia dibunuh oleh Shin Bet Israel menyusul perburuan besar-besaran para petinggi Hamas. Agen Israel bisa berkompromi dengan salah satu anggota Hamas anak buah Ayyash, yang memberinya telepon berbahan peledak. Saat mereka menegaskan Ayyash sedang menggunakannya, Shin Bet meledakkannya. Dia membunuhnya dengan cepat.
* Abdullah Yusuf Azzam
Dr. Abdullah Yusuf Azzam lahir 1941 dan meninggal 1989. Pria yang juga dikenal dengan nama Syekh Azzam ini adalah seorang figur utama dalam perkembangan pergerakan Islam.
“Ratusan tulisan dan pidatonya mampu menghidupkan ruh baru dalam diri ummat. Seolah-olah beliau dipilih Allah SWT untuk menegakkan kembali kewajiban yang telah dilupakan sebagian besar ummat Islam, yaitu jihad.” Demikian komentar DR. Dahba Zahely, cendekiawan Muslim Malaysia tentang DR Abdullah Azzam. Komentar senada juga datang dari cendekiawan dan ulama dari berbagai negara.
Syekh Azzam lahir di desa As-ba’ah Al-Hartiyeh, provinsi Jenin di sebelah barat Sungai Yordan. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan lanjutan di desanya, dia melanjutkan ke Khadorri College di dekat kota Tulkarem dan mengambil jurusan pertanian. Setelah wisuda Syekh Azzam bekerja sebagai seorang guru di desa Adder, Yordania. Kemudian ia di Sharia College pada Universitas Damaskus di mana ia memperoleh gelar B.A. pada tahun 1966. Setelah tahun 1967 pada Perang Enam Hari dan Israel menduduki Tepi Barat, Syekh Azzam pindah ke Yordania dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin Palestina.
Syeik Azzam pergi ke Mesir untuk melanjutkan studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo dan mendapat gelar master di bidang syariah. Ia kembali mengajar pada Universitas Jordan di Amman dan pada tahun 1971, Syekh Azzam kembali ke Universitas Al-Azhar dan memperoleh Ph.D dalam bidang Ushul Fiqh pada tahun 1973.
Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Katanya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung jawab ummat Islam di seluruh dunia.
Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. Pemuda-pemuda Islam dari seluruh dunia yang terpanggil oleh fatwa-fatwa Abdullah Azzam, bergabung dengan para mujahidin Afghan.
Jihad di Afghanistan telah menjadikan Abdullah Azzam sebagai tokoh pergerakan jihad zaman ini. Ia menjadi idola para mujahid muda. Peranannya mengubah pemikiran ummat Islam akan pentingnya jihad di Afghanistan telah membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Uni Sovyet sebagai negara Adidaya harus pulang dengan rasa malu, karena tidak berhasil menduduki Afghanistan.
Abdullah Azzam telah berhasil meletakkan pondasi jihad di hati kaum muslimin. Penghargaannya terhadap jihad sangat besar. “Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun jihad di Afghan, satu setengah tahun jihad di Palestina dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa,” katanya pada seuatu ketika.
Ia juga mengajak keluarganya memahami dan memiliki semangat yang sama dengan dirinya. Isterinya menjadi pengasuh anak-anak yatim dan pekerja sosial di Afghanistan.
Komitmen Abdullah Azzam terhadap Islam sangat tinggi. Jihad sudah menjadi filosifi hidupnya. Sampai akhir hayatnya, ia tetap menolak tawaran mengajar di beberapa universitas. Ia berjanji terus berjihad sampat titik darah penghabisan. Mati sebagai mujahid itulah cita-citanya. Wajar kalau kemudian pada masa hidupnya dialah tokoh rujukan ummat dalam hal jihad. Fatwa-fatwanya tentang jihad selalu dinanti-nantikan kaum muslimin.
Beberapa kali Abdullah Azzam menerima cobaan pembunuhan. Sampai akhirnya ia dibunuh pada hari Jumat, 24 November 1989. Tiga buah bom yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam, meledak ketika ia memarkir kendaraan untuk salat Jumat di peshawar, Pakistan. Sheik Abdullah bersama dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, meninggal seketika. Kendaraan Abdullah Azzam hancur berantakan. Anaknya, Ibrahim, terlempar 100 meter begitu juga dengan lainnya. Tubuh mereka juga hancur. Dalam peristiwa itu juga terbunuh anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (seorang perwira di Afghan).
* Abdel Aziz al-Rantissi
Dr. Abdel Aziz al-Rantissi lahir 23 Oktober 1947 dan meninggal 17 April 2004 pada umur 56 tahun. Dia adalah seorang yang ikut mendirikan militer Islam Palestina dan organisasi politik Hamas. Ia merupakan pemimpin politik Hamas dan pernah menjadi Jubir di Jalur Gaza menyusul pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap pemimpin spiritual Syekh Ahmad Yassin.
Seperti kebanyakan anggota Hamas, Rantissi menentang kompromi dengan Israel meneriakkan pembebasan seluruh daerah Palestina (termasuk keseluruhan Israel) melalui jihad melawan Zionis.
Rantissi dilahirkan di Yubna, desa yang termasuk Yavne modern yang tak ditempati pada 1948, dekat Jaffa. Menyusul Perang Arab-Israel 1948, keluarganya mengungsi ke Jalur Gaza. Ia mempelajari ilmu kesehatan anak di Mesir selama 9 tahun dan merupakan dokter berijazah, walaupun tak pernah berpraktek. Pada 1976 ia kembali ke Gaza setelah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin.
Pada Desember 1992, Rantissi dipaksa keluar ke Lebanon bagian selatan, sebagai bagian pengusiran 416 Hamas dan mata-mata Jihad Islam Palestina. Dia muncul sebagai Jubir umum dari pengusiran.
Selama masa kembalinya pada 1993, ia ditangkap, namun kemudian dibebaskan. Ia juga ditahan beberapa kali lebih dari periode panjang oleh Otoritas Palestina, karena kritiknya pada Pemerintah Palestina dan Arafat. Penangkapan tersebut rata-rata terjadi di pertengahan 1999.

Sedemikian taktik tak menyurutkan seruannya. Saat Rantissi kembali kepada posisi umum sebagai “tangan kanan” Yassin, ia menyisakan satu dari pelawan utama untuk tiap gencatan senjata dan penghentian serangan terhadap Israel. Selama pembicaraan di antara kepemimpinan Hamas di Gaza dan luar negeri dan pada kontak tetapnya dengan Otoritas Palestina, Rantissi, bersama dengan Ibrahim Macadma, mengawasi sifat kepemimpinan Hamas.
Setelah kembalinya Syekh Yassin ke Jalur Gaza pada Oktober 1997, setelah pertukaran tahanan menyusul gagalnya percobaan pembunuhan Israel terhadap aktivis Hamas di Yordania, ia bekerja sama dengan seorang syekh yang sudah tua untuk memperbaiki perintah hirarkis dan memperkuat keseragaman kader termasuk reorganisasi Hamas. Menyusul pengeluaran Salah Shehadeh dan Ibrahim Macadma, ia menjadi kepala politik dan juga menyambut pemimpin spiritual Hamas, menyisakan pembicara pokoknya.
Dalam banyak peran itu, Rantissi memimpin, menginstruksikan dan menetapkan kebijakan – termasuk aktivitas serangan, menurut interogasi mata-mata Hamas. Beberapa pernyataan umumnya diberitakan untuk menjalankan instruksi buat mujahid untuk menyerang.
Dalam masa ketegangan, Rantissi tak habis-habisnya menghadirkan suara lantang.
Masa jabatan empat minggu Rantisi sebagai pemimpin Hamas dihabiskan dalam persembunyian.
Pada 6 Juni 2003, Rantissi memutuskan diskusi dengan Perdana Menteri Palestina Mahmud Abbas, yang telah menyerukan penghentian “perlawanan bersenjata”.
Pada 10 Juni 2003, Rantissi selamat dari serangan helikopter Israel terhadap mobil yang mana ia sedang berjalan-jalan. Ia terluka dalam serangan itu, yang membunuh beberapa orang di dekatnya.
Pada 26 Januari 2004, Rantissi menawarkan “10 tahun gencatan senjata sebagai penukar penarikan diri dan pendirian negara”. Ada beberapa rumor berkata di dalam Hamas tentang hal itu namun saat itu Rantissi mengumumkan bahwa “pergerakan telah mengambil keputusan dari itu”.
Pada 23 Maret 2004, Rantissi diangkat sebagai pemimpin Hamas di Jalur Gaza, menyusul pembunuhan Yasin oleh angkatan Israel.
Pada 27 Maret 2004, Rantissi memanggil 5.000 pendukung di Gaza. Ia mendeklarasikan presiden AS George W. Bush sebagai “musuh Muslim”. “Amerika mendeklarasikan perang melawan Allah. Sharon mendeklarasikan perang melawan Allah dan Allah mendeklarasikan perang melawan Amerika, Bush dan Sharon. Perang dari Allah berlanjut melawan mereka dan saya dapat melihat kemenangan muncul dari tanah Palestina dengan tangan Hamas.”
Pada 17 April 2004, Rantissi dibunuh oleh Angkatan Pertahanan Israel dengan tembakan peluru di mobilnya. Cara kematian seperti yang ia telah pilih; sebelumnya ia berkata, “Kematian ini apakah dengan pembunuhan atau kanker; itu sama saja. Tiada yang akan mengubah jika itu ialah Apache (helikopter) atau perhentian jantung. Namun saya memilih untuk terbunuh dengan Apache.”
Dua orang lainnya, satu orang pengawal, juga terbunuh dalam serangan itu. Radio pasukan Israel menetapkan bahwa inilah kesempatan pertama pada sasaran Rantissi, tanpa kerugian tambahan, sejak ia mengambil kepemimpinan Hamas, berkata ia telah menghabiskan sedikit minggu terakhir mengelilingi dirinya dengan anak-anak.
* Khaled Meshal
Khaled Mashal lahir pada 28 Mei 1956. Dia adalah seorang pemimpin politik Palestina. Mashal telah menjadi pemimpin utama pergerakan Hamas, sebuah organisasi paramiliter Islam di Palestina dan partai politik, sejak pembunuhan Abdel Aziz al-Rantissi pada 2004. Ia juga memimpin biro politik Hamas cabang Suriah.
Setelah mendirikan Hamas pada 1987, Mashal datang ke Kuwait untuk memimpin cabang organisasi tersebut di sana. Mashal pindah dari Kuwait ke Yordania pada 1991. Sejak pengusiran para pemimpin Hamas dari Yordania pada Agustus 1999, Mashal tinggal di Qatar sebelum pindah ke ibu kota Suriah, Damaskus pada 2001.
Mashal lahir di Silwad, sebuah desa utara dari Ramallah. Dia bersekolah di Sekolah Dasar Silwad sampai pecah Perang Enam Hari pada 1967. Ayahnya memindahkan mereka sekeluarga ke Kuwait karena alasan keuangan. Mashal bergabung dengan Ikhwanul Muslimin pada 1971. Dia kemudian meraih gelar sarjana sains dalam bidang fisika dari Universitas Kuwait.
Di universitas, Mashal memimpin kelompok Keadilan Islam (qa’imat al-haq al-islamiyya) di pemilihan Persatuan Mahasiswa Palestina pada 1977. Basis pergerakan Keadilan Islam adalah pergerakan Islam Palestina, sebagai bagian dari Ikhwanul Muslimin. Setelah dibatalkannya pemilihan, Mashal mendirikan Liga Islam Mahasiswa Palestina (al-rabita al-islamiyya li talabat filastin) pada 1980. Mashal mengajar di Kuwait dari 1978 sampai 1984. Dia menikah pada 1980 dan merupakan seorang ayah dari tiga putri dan empat putra.
Pada 1983, pergerakan Islam Palestina menggelar sebuah konferensi internal tertutup di sebuah negara Arab. Konferensi ini diikuti delegasi dari Tepi Barat, Jalur Gaza dan pengungsi Palestina dari berbagai negara tetangga. Konferensi ini dianggap sebagai pijakan berdirinya Hamas. Mashal adalah bagian dari proyek kepemimpinan untuk membangun pergerakan Islam Palestina. Setelah 1984, dia menyerahkan seluruh waktunya untuk proyek tersebut.
Mashal tinggal di Kuwait sampai pecah Perang Teluk pada 1991. Ketika Iraq menginvasi Kuwait, ia pindah ke Yordania dan mulai bekerja secara langsung dengan Hamas. Dia kemudian menjadi anggota Biro Politik Hamas sejak pendiriannya dan ketua sejak 1996.
Pada 25 September 1997, Mashal menjadi target pembunuhan yang dilakukan agensi intelijen Israel, Mossad, dibawah perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinet keamanannya. Pembunuhan ini dimaksudkan untuk pembalasan atas pengeboman Pasar Mahane Yehuda 1997. Saat pembunuhan tersebut terjadi, Mashal dianggap sebagai ketua Hamas cabang Yordania.
Dua agen Mossad membawa paspor Kanada palsu memasuki Yordania, tempat Mashal tinggal. Agen-agen tersebut menunggu di pintu masuk kantor Hamas di Amman. Ketika Mashal masuk ke kantornya, salah satu agen datang dari belakang dan melekatkan perangkat khusus ke telinga kiri Mashal yang ditransmisikan racun reaksi cepat. Segera setelah itu, dua agen Israel tersebut ditangkap.
Pada 1999, Hamas dilarang di Yordania. Raja Abdullah menuduh Hamas menggunakan negaranya untuk aktivitas-aktivitas ilegal, dan percobaan Hamas untuk mengganggu perjanjian damai antara Israel dan Yordania. Tahun itu juga, Yordania menahan para pemimpin elit Hamas, termasuk Mashal, Mousa Abu Marzook dan lima orang lain saat baru sampai di Yordania dari Iran. Mereka didakwa menjadi anggota organisasi terlarang di Yordania, dan kepemilikan ilegal senjata ringan dan granat tangan, penipuan dan penggalangan dana ilegal. Mashal diusir dari Yordania dan akhirnya memilih tinggal di Qatar. Pada 2001, dia pindah ke Damaskus, Suriah.
Pada Februari 2012, saat Perang Saudara Suriah meletus, Mashal meninggalkan negara tersebut dan kembali ke Qatar. Hamas menjauhkan diri dari rezim pemerintahan Suriah dan menutup kantor-kantornya di Damaskus. Segera setelah itu, Mashal mengumumkan dukungannya terhadap pasukan pemberontak, membuat televisi pemerintah Suriah mengeluarkan perintah “serangan hinaan” kepadanya. Pada masa itu dia bekerja di Doha dan Kairo.
Pada Desember 2012, setelah terjadinya Operasi Pilar Pertahanan dan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Mashal mengumumkan bahwa dia akan mengunjungi Gaza, setelah 37 tahun pengasingan.
Mashal adalah seorang kritikus vokal dari Presiden Otoritas Palestina Yasser Arafat, sering menolak untuk mengikuti perintah yang dikeluarkan oleh PA mengenai gencatan senjata dengan Israel. Mashal dianggap sebagai kekuatan kunci di balik kebijakan ini, bersama dengan Sheikh Ahmed Yassin. Namun, Mashal tidak menghadiri pemakaman Arafat, di Kairo pada 12 November 2004.
Pada tanggal 29 Januari 2006, setelah kemenangan mengejutkan Hamas dalam pemilihan umum Palestina 2006, Mashal menyatakan bahwa Hamas tidak punya rencana untuk melucuti senjata. Dia menyatakan bahwa Hamas siap untuk “menyatukan senjata faksi Palestina, dengan konsensus Palestina, dan membentuk tentara seperti negara merdeka … tentara yang melindungi rakyat kita melawan agresi”.
Kemudian, pada 13 Februari 2006, Mashal menyatakan bahwa Hamas akan mengakhiri perjuangan bersenjata melawan Israel jika Zion mundur ke perbatasan sebelum tahun 1967 dan mengakui hak Palestina untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Dalam sebuah wawancara Reuters pada tanggal 31 Juli 2006, Mashal memperingatkan orang Palestina di mana-mana terhadap upaya untuk memisahkan masalah Lebanon dan Palestina.
Dia menegaskan kembali sikap ini dalam sebuah wawancara 5 Maret 2008 dengan Al Jazeera English, mengutip penandatanganan Hamas dari Deklarasi Kairo 2005 dan Dokumen Rekonsiliasi Nasional, dan membantah sikap penolakan. Dalam sebuah wawancara dengan Sky News pada tanggal 30 Maret 2008, Mashal mengatakan, bahwa Hamas tidak akan mengakui Israel dan mendukung pengeboman bunuh diri, mengatakan itu adalah “perlawanan Palestina” menentang “kejahatan Israel”.
Mantan Presiden AS Jimmy Carter bertemu dengan Mashal pada tanggal 21 April 2008 dan mencapai kesepakatan bahwa Hamas akan menerima pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan ketentuan bahwa keadaan seperti itu telah diratifikasi oleh rakyat Palestina melalui referendum. Hamas kemudian menawarkan gencatan senjata sepuluh tahun jika Israel kembali ke perbatasan tahun 1967 dan mengakui hak kembali semua pengungsi. Israel tidak menanggapi tawaran itu.
Kemudian, pada 27 Mei 2008, Mashal bertemu dengan Pemimpin Agung Iran, Ali Khamenei, di Teheran dan menyatakan, “Bangsa Palestina akan melanjutkan perlawanan meski ditekan dan tidak akan berhenti dalam memperjuangkan jihad.” Hamas menyatakan bahwa mereka tidak merasa terikat oleh “Peta Jalan Menuju Perdamaian” dipromosikan oleh Kuartet Diplomatik, karena Israel tidak menghormati komitmennya dengan ‘peta jalan’. Hamas juga menolak pembentukan “entitas Palestina tanpa kedaulatan sejati, yang utamanya bertugas untuk menjaga keamanan Israel.”
Mashal terlibat dalam negosiasi kesepakatan pertukaran tahanan tentara Israel Gilad Shalit untuk lebih dari 1.000 tahanan Palestina di Israel. Shalit ditangkap dalam wilayah Israel di dekat perbatasan selatan Jalur Gaza oleh koalisi kelompok-kelompok paramiliter Palestina, termasuk Hamas, yang telah menyeberangi perbatasan melalui sebuah terowongan bawah tanah di dekat penyeberangan perbatasan Kerem Shalom. Pada tanggal 10 Juli 2006, Mashal berbicara secara otoritatif mengenai tahanan Israel, menyatakan Shalit adalah tawanan perang dan menuntut pertukaran tahanan.
Pada 18 Juni 2008, Israel mengumumkan gencatan senjata bilateral dengan Hamas yang secara resmi dimulai tanggal 19 Juni 2008. Kesepakatan itu dicapai setelah perundingan antara kedua kubu dilakukan dengan mediator Mesir di Kairo. Sebagai bagian dari gencatan senjata, Israel telah setuju untuk melanjutkan pelayaran komersial yang terbatas di perbatasannya dengan Gaza, pembatasan apapun kerusakan pada perjanjian damai tentatif, dan Hamas mengisyaratkan bahwa hal itu akan membahas pembebasan Shalit.
Namun, pada tanggal 29 Juli 2008, Presiden OtoritaS Palestina Mahmoud Abbas menyuarakan penentangan yang kuat untuk pembebasan 40 anggota Hamas dari parlemen Palestina dalam pertukaran bagi Shalit. Pada tanggal 2 Oktober 2009, setelah pertukaran 20 tahanan Palestina untuk video pembuktian hidup, Khaled Mashal bersumpah untuk menangkap lebih banyak tentara Israel.
Pada tanggal 18 Oktober 2011, Shalit dibebaskan dan diserahkan kepada Israel dalam pertukaran untuk 1.027 tahanan Palestina.
Mashal tiba di Jalur Gaza untuk pertama kalinya pada tanggal 7 Desember 2012, memulai kunjungan empat hari, untuk merayakan ulang tahun ke-25 berdirinya Hamas. Setelah tiba di perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza, Mashal bersujud di tanah dalam doa, dan “meneteskan air mata” karena sambutan warga. Mashal menyebut kunjungannya sebagai “kelahiran ketiganya,” dan “Kami, para politisi berhutang kepada rakyat Gaza.”
Bepergian melalui Kota Gaza pada hari pertama tur, Mashal mengunjungi rumah pendiri Hamas yang dibunuh Israel, Ahmed Yassin, serta rumah Ahmed Jabbari, wakil kepala sayap militer Hamas, yang dibunuh pada awal dari serangan Israel pada bulan sebelumnya.
Datang bersama-sama dengan para pemimpin faksi Palestina dan keluarga Palestina yang tewas oleh atau dipenjara di Israel, ia lebih lanjut mengatakan, “Komitmen nasional Palestina berada di bawah tanggung jawab setiap orang. Ketidaksepakatan akan melemahkan kita.”
Berpidato di hadapan puluhan ribu peserta dari perayaan ulang tahun ke-25 tahun Hamas di Lapangan Katiba di Kota Gaza, Mashal menyatakan bahwa perlawanan bersenjata adalah jalan yang benar untuk Palestina untuk mendapatkan hak-hak mereka dan “membebaskan” Palestina.
Dia menegaskan penolakan gerakannya untuk melepaskan setiap bagian dari Palestina, menyatakan “Palestina dari sungai ke laut, dari utara ke selatan, adalah tanah kami dan kami tidak akan pernah menyerah satu inci pun.”
Namun, ia juga memberikan dukungan pada inisiatif sukses Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk pengakuan internasional terhadap Negara Palestina di PBB, menambahkan keyakinannya bahwa diplomasi membantu perjuangan Palestina, tetapi diperlukan dalam hubungannya dengan “perlawanan.”
Pada akhir kunjungannya Mashal menekankan bahwa rekonsiliasi Palestina adalah penting, yang menyatakan bahwa “Gaza dan Tepi Barat adalah dua bagian dari tanah air Palestina.”
* Ismail Haniya
Ismail Haniya lahir di Gaza pada 1962. Dia adalah seorang politikus Palestina dan Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina pada 19 Februari 2006. Haniya dikenal sebagai pemimpin Hamas yang lebih moderat dan dekat dengan pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Ahmad Yassin, yang dibunuh Israel.
Lahir di perkampungan pengungsi al-Shari pada tahun 1962, tahun 1987 ia lulus dari Universitas Islam Gaza dengan gelar dalam bidang sastra Arab. Haniya lalu dipenjara tanpa tuduhan oleh pemerintah Israel selama tiga tahun dari tahun 1989 hingga 1992. Setahun kemudian ia menjadi kepala fakultas di Universitas Islam Gaza. Kemudian pada pemilu 2006, ia dipilih Hamas sebagai calon legislatif urutan pertama Hamas.
Haniyeh diberhentikan oleh Abbas pada 14 Juni 2007 dan ditunjuk Salam Fayyad sebagai gantinya. Hal ini telah dianggap ilegal oleh Dewan Legislatif, yang terus untuk mengenali Haniyeh. Fayyad Mengatur di Tepi Barat yang dikendalikan Fatah , sedangkan Haniyeh terus memerintah Jalur Gaza yang dikendalikan Hamas.[*]
– See more at: http://atjehpost.com/m/read/7421/Mengenal-Hamas-dan-Kaitannya-dengan-Pembebasan-Palestina#sthash.heZUNFki.dpuf


BERITA TERHANGAT
Kenapa Saat Imlek Hujan Selalu Turun, Ini Penjelasannya
Tahukah Kamu Mengapa Pi Network Dikembangkan Secara Tertutup?
Wajib Tau! Ini Kesamaan dan Perbedaan Utama Antara