TEMBILAHAN (www.detikriau.org) – Beberapa tenaga pengajar didesa mengeluh. Mereka mengkritik kesan tidak adilnya perhatian pemerintah dalam memfasilitasi pendidikan yang berada di desa dan perkotaan termasuk carut marut penempatan tenaga pengajar. Minimnya fasilitas belajar mengajar, kurangnya sarana pendukung dan keterbatasan guru dinilainya masih menjadi persoalan utama.
Keluhan ini disampaikan oleh seorang tenaga pengajar disebuah desa di Kabupaten Indragiri Hilir yang enggan menyebutkan namanya kepada detikriau.org, Rabu (6/6). Menurut pengakuannya, kesenjangan itu sangat nyata terlihat seperti minimnya tenaga pengajar di desa sedangkan di ibukota baik itu di Ibukota Kecamatan maupun Kabupaten bahkan menumpuk.
“Untuk memberikan pembelajaran, kita terpaksa merangkap jadi guru untuk beberapa mata studi. Kondisi seperti ini tentunya akan menyebabkan tranfer ilmu yang harus kita berikan kepada sang murid tidak akan maksimal. Harus saya akui tidak semua bidang studi bisa kita kuasai dengan baik, tapi mau apa lagi, kondisi seperti ini harus kami terima karena memang keterbatasan tenaga pengajar disekolah kita,” Ujarnya menyampaikan keluh kesah.
Disamping persoalan itu, persoalan infrastruktur juga mebuat proses belajar mengajar menjadi tidak nyaman.”Bukan didesa saya saja, dibeberapa desa yang pernah saya masuki, saya masih banyak menemukan kondisi bangunan dan sarana pendukung yang tidak memadai. Kita tentunya sedih melihat atap sekolah yang sudah bocor disana-sini, dinding bangunan sekolah yang lapuk, meja belajar yang rusak dan tidak mencukupi, sekolah yang tidak memiliki WC, sekolah penuh lumpur dan masih banyak sekolah tidak ada pasokan listrik. Namun saat kita lihat sekolah di ibukota, mereka diberikan fasilitas yang sangat baik. Proses belajar mengajar bahkan dilengkapi dengan internet, media infocus dan berbagai fasilitas dengan kemajuan IT.” Ungkapnya.
Apa yang diungkapkannya ini juga diamini oleh teman seprofesinya yang juga enggan untuk menyebutkan nama. Menurutnya, kesenjangan tenaga pendidik di kota dengan desa ini disebabkan tidak jelasnya pengaturan kriteria penempatan tenaga guru. “Hanya dengan nota dinas, seorang guru dengan serta merta dan sangat gampang untuk pindah. Coba periksa sendirilah, di ibu kota Kecamatan dan Kabupaten, bukan satu dua guru yang menggunakan nota dinas, informasi teman saya, di sebuah SD di Kecamatan Kempas, 5 orang gurunya menggunakan nota dinas bahkan anehnya lagi di sebuah SD di kota Tembilahan, guru agama saja ada 6 orang. Kok bisa seperti ini?,” Ungkapnya sambil meminta agar namanya tidak dipublikasikan.
Terkait persoalan ini, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Indragiri Hilir (Kab. Inhil), H. Fauzar mengakui beberapap ersoalan pendidikan memang masih perlu dilakukan pembenahan.
“Persoalan infrastruktur pendidikan memang termasuk program prioritas kita di Disdik Inhil. Namun dengan kondisi geografis serta terbatasnya kemampuan pendanaan tentunya kerja ini harus kita lakukan secara bertahap. Saya berharap, mudah-mudahan tahun 2014 mendatang persoalan infrastruktur ini sudah dapat terselesaikan. Untuk pembiayaan, kita akan coba dapatkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).” Ujar Fauzar menjawab komfirmasi detikriau.org, Rabu (6/5).
Terkait persoalan guru yang mempergunakan nota dinas menurut Fauzar, persoalan ini sudah terjadi sebelum ia menjabat sebagai Kadisdik Inhil. Untuk hal ini, ia berjanji akan segera meluruskan.” Persoalan guru nota dinas ini sudah saya sampaikan kepada BKD dan Baperjakat. Yang jelas persoalan ini akan kita tindaklanjuti dan benahi sebaik-baiknya. Sedangkan untuk penempatan tenaga pengajar, Disdik juga sedang lakukan evaluasi.” Ujarnya mengakhiri. (fsl)


para guru, sebelum jadi PNS bersedia ditempatkan dimana saja. setelah jadi PNS minta nota Dinas mau ke Kota, takmau ke Desa…. jadi Guru silat aja kalau begitu…!!!