
TEMBILAHAN (detikriau.org) – Seluruh tenaga bidan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) diminta untuk terus meningkatkan kompetensinya, sehingga dalam penanganan kasus bisa sesuai dengan protap yang telah ditentukan.
Permintaan tersebut disampaikan Kepala Dinkes Inhil, DR Hj Alvi Furwanti Alwie melalui Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pengendalian Kemitraan dan Promosi Kesehatan (PPKDPK), Ns Matzen Msi saat membuka pelatihan peningkatan kapasitas manajemen BBLR, Asfiksia dan Sepsis yang digelar di aula salah satu hotel di Tembilahan, kemarin.
Dikatakan Matzen, kecenderungan kematian bayi dan balita terutama terjadi pada periode persalinan dan kelahiran serta beberapa saat setelah persalinan dan kelahiran. Dimana, sebanyak 43 persen kematian balita terjadi pada masa neonatal dan sebagian besar dari kematian neonatal terjadi pada usia yang sangat dini, yaitu dalam satu minggu pertama kehidupannya.
“Penyebab utama kematian neonatal adalah Asfiksia, hipotermi dan infeksi. Dimana, selain kondisi yang buruk pada saat dilahirkan, kematian neonatal sering disebabkan oleh cara penanganan kasus yang tidak tepat,” tutur Matzen.

Dijelaskan, permasalahan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat berupa hipotermi, rendahnya daya tahan tubuh terhadap infeksi, enterokolitis neokrotokans. Sedangkan kebutuhan bayi berat badan lahir rendah, antara lain dengan kehangatan tubuh ibu yang ternyata marupakan sumber panas yang efektif untuk bayi yang lahir cukup bulan maupun BBLR.
“Dengan demikian, upaya penurunan AKB perlu memberikan perhatian yang besar pada upaya penyelamatan bayi baru lahir ini,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Matzen, terdapat kesenjangan dalam determinan AKB yang cukup besar antar tingkat pendidikan, sosial ekonomi, antar kawasan dan antar perkotaan perdesaan.
“Kematian bayi pada penduduk yang tidak berpendidikan 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi dan kematian pada tingkat sosial ekonomi rendah lebih besar dari tingkat ekonomi tinggi,” terangnya.
Oleh karena itu, terkait dengan kendala geografis, daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan perhatian besar dan serius dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
“Penyediaan sarana dan SDM kesehatan maupun peningkatan kompetensi mereka dalam melakukan penanganan kasus emengensi harus ditingkatkan lagi,” katanya.
Seluruh upaya tersebut, harus dilihat secara komprehensif di dalam suatu continuum of care, baik dari tingkat masyarakat, Puskesmas hingga layanan rujukan di rumah sakit, mulai dari aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pendekatan yang harus kita berikan adalah equity dan universal access.
“Dengan pelatihan ini, saya harapkan tujuan kita untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam manajemen BBLR, Asfiksia dan Sepsis dapat tercapai, sehingga akselerasi penurunan AKB dapat diraih,” imbuhnya.(adi/adv)


BERITA TERHANGAT
Kabid SD dan GTK Disdik Inhil Jadi Komandan Upacara Peringatan Hardinas Tingkat Kabupaten Tahun 2024
Antisipasi Penyebaran TBC, Petugas Kesehatan Diminta Giat Lakukan Sosialisasi dan Mendata Pasien
Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat, Diskes Harap Pembentukan 3 Perda Yang Diusulkan Dapat Terwujud