13 Desember 2025

Media Ekspres

Mengulas Berita dengan Data Akurat

Tolak Kehadiran PT SAL, Warga Pungkat Ngadu Ke Dewan

Bagikan..

desa pungkatTembilahan (detikriau.org) – Puluhan warga Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, menolak kehadiran PT Setia Agrindo Lestari (SAL). Mereka menilai kehadiran anak perusahaan Sinar Mas Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ini telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat.

Juru Bicara Masyarakat Desa Pungkat, Zacky Hasan dalam pertemuan diruang rapat Komisi II DPRD Inhil menerangkan, persoalan dipicu aktivitas perusahaan mengganggu ketentraman masyarakat. Konflik masyarakat dengan PT SAL ini sudah diupayakan musyawarah dalam beberapa kali pertemuan.

“Dalam pertemuan pertama awal Maret 2014, Asisten Jis Geografik Informasi System atau pemetaan dan perolehan lahan PT SAL, Fajar Ishak memberikan penjelasan bahwa sistem kerja PT SAL adalah melalui sistem karun atau plasma, masyarakat diharuskan menyerahkan lahannya kepada perusahaan. Namun ini baru sebatas mediasi. Perusahaan baru menggarap lahan di parit 10 Desa Sungai Rawa, parit H Raus berdasarkan SKT tahun 2003 dari Desa Belantaraya,” katanya.

Pertemuan kedua kalinya yang saat itu juga dihadiri UPIKA Gaung, Humas PT SAL, Rokan, menerangkan bahwa kehadiran mereka di Inhil atas undangan Pemerintah Kabupaten Inhil yang saat itu masih berada di bawah pimpinan Bupati Indra Muchlis Adnan. Kata Rokan, Pemkab Inhil mengatakan bahwa di Inhil sudah banyak lahan yang tidak lagi produktif, areal perkebunan kelapa masyarakat sudah mucung (tidak berbuah lagi, red). Untuk menanam kembali, masyarakat tidak memiliki modal.

“Tapi hingga saat ini perkebunan kelapa masyarakat Desa Pungkat masih berproduksi dengan baik. tidak ada kelapa kami yang mucung,” kritik Zacky.

Di samping persoalan alasan keberatan yang dinilai tidak tepat, Zacky juga mempertanyakan izin operasional perusahaan. Menurut informasi yang didapatkan masyarakat, PT SAL baru mengantongi izin lokasi, tetapi mereka sudah menggarap lahan. “Anehnya lagi, lahan yang digarap perusahaan itu seluruhnya masih kawasan hutan, bukan areal perkebunan masyarakat yang rusak,” tegas Zacky.

Arismanto, warga Desa Pungkat lainnya, juga mengungkapkan rasa kekhawatiran dengan aktivitas PT SAL. Menurut pertimbangan masyarakat, pembabatan kawasan hutan yang dilakukan pihak perusahaan dikhawatirkan akan menjadi penyebab timbulnya hama kumbang yang nantinya akan menyerang perkebunan kelapa masyarakat sebagaimana yang terjadi di beberapa desa lainnya selama ini.

Di Desa pungkat, untuk kebutuhan air bersih, masyarakat mengandalkan pasokan dari sungai alam yang kini termasuk dalam areal yang digarap perusahaan. Mereka khwatir anak sungai ini nantinya akan tercemar dan persedian air bersih masyarakat terganggu.

“Kami masyarakat Desa Pungkat pastinya menolak kehadiran perusahaan. apalagi sistem kerjasama yang ditawarkan kami nilai tidak adil,” tuturnya.

Bukan hanya masyrakat desa Pungkat, Aktivis Masyarakat Peduli Inhil (MPI) Tengku Suhandri yang ikut mendampingi warga desa pungkat mengadu ke DPRD Inhil dengan tegas meminta agar Pemerintah Daerah dan DPRD Inhil secepatnya menghentikan aktivitas yang saat ini masih dilakukan perusahaan.

Menurutnya, aktivitas yang dilakukan PT SAL tidak didasarkan pada izin yang jelas. “Bukan hanya dihentikan, kami juga meminta agar perusahaan ini dipidanakan karena telah mengangkangi aturan dan merugikan masyarakat,” pinta Tengku Suhandri.

Menanggapi keluahan warga, Ketua Komisi II DPRD Inhil Junaidi, mengakui bahwa berdasarkan informasi yang mereka dapatkan, PT SAL baru megantongi izin lokasi, bukan Izin Usaha Perkebunan. Dengan berbekal izin tersebut, menurut politisi Partai Golkar ini, sama artinya perusahaan baru memiliki hak sebatas melakukan sosialisasi yang kemudian ditujukan kepada arahan lahan.

“Artinya untuk mengetahui apakah areal itu ada bersinggungan dengan lahan kepemilikan masyarakat. Belum ada hak untuk melakukan penggarapan,” terang Junaidi.

Untuk hal ini, Junaidi mengaku Dewan pastinya menyetujui aktivitas perusahaan ini harus dihentikan karena belum memenuhi aturan hukum yang disyaratkan.

Terkait bahasa bahwa kehadiran PT SAL atas undangan Pemkab, Junaidi bisa membenarkan. Mengundang investor dalam upaya mengembangkan potensi daerah yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memang tugasnya pemerintah. hanya saja menurutnya, yang diundang pemerintah pastinya perusahaan yang baik, bukan penjajah yang tidak mentaati aturan.

Di samping persoalan ini, sistem bagi hasil 50:50 yang diajukan perusahaan dinilai sangat merugikan masyarakat. Sejak dulunya, menurut politisi yang kembali terpilih periode 2014-2019 ini, sistem karun yang menjadi kearifan lokal, penerima karun atau pemilik lahan tidaklah dibebani lagi dengan kewajiban untuk membayar uang pengganti pembukaan lahan dalam jumlah tertentu. Seluruhnya dikerjakan penerima karun hingga 100 persen dan kemudian dibagikan sesuai kesepakatan.

“Kalau ini kan tidak tepat. Kita mendapat informasi, sudahlah 50% lahan masyarakat harus diserahkan kepada perusahaan, yang 50% hak masyarakat nyatanya juga masih harus membayar dengan cara mencicil. Ini tidak adil,” kecam Junaidi.

Kalau masyarakat menolak dengan sistem pembagian hasil yang ditawarkan perusahaan ini, Junaidi secara tegas nyatakan menyetujui. “Tolak kalau ini yang mereka tawarkan, saya pastikan, meski secara pribadi, untuk persoalan ini saya pasti berada dibelakang masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu Anggota Komisi II lainnya, Zulkarnaen menyampaikan bahwa kebanyakan perusahaan sawit yang masuk di Inhil tidak benar. Dengan bagi hasil dengan sistem yang ditawarkan sama artinya warga yang membuatkan kebun bagi perusahaan.

Bakri H Anwar, politisi Partai Demokrat menegaskan, sejak zaman dahulu hutan yang digarap warga Desa Pungkat menjadi sumber penghidupan mereka, maka keberadaan perusahaan ini sudah sejak awal ditolak warga.

“Hutan yang ada disana tersebut menjadi lahan sebagai salah satu penunjang sumber kehidupan mereka, dan keberadaan perusahaan ini sudah dari awal mereka tolak”. Paparnya

Terakhir Edi Sindrang ikut angkat bicara dan ia mempertanyakan izin perusahaan tersebut melalui kepala desa atau camat, karena menurutnya yang selalu bermain itu kades dan camatnya.

“Kita harus meneliti dari awal mengenai izin perusahaan tersebut, karena yang biasa bermain itu dari kepala desa atau camatnya dan hal ini harus kita usut dengan jelas agar masyarakat tidak dirugikan”. Sarannya

Mencari penyelesaian persoalan ini, Ketua Komisi II DPRD Inhil, Junaidi menegaskan untuk segera memanggil dinas terkait. “Kita akan panggil Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan untuk mempertanyakan permasalahan ini. Yang jelas kita juga tidak akan sepakat dengan pola kemitraan yang diterapkan perusahaan yang pastinya akan merugikan masyarakat, “janji Junaidi.(dro/Ahmad Tarmizi)