TEMBILAHAN (www.detikriau.org) – Mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir antara perwakilan petani plasma hibrida PIR Trans di 3 Kecamatan dengan pihak INTI (Sambu Group) terkait persoalan anjloknya harga pembelian kelapa yang pada awalnya sempat berjalan alot dan cenderung memanas, akhirnya menghasilkan satu kesepakatan untuk segera membentuk tim kajian baru guna melakukan rumusan harga pembelian ditingkat petani. Sebelum diperoleh hasil kerja tim kajian, manajemen sambu group sepakati untuk kembali menaikan harga beli sebesar Rp. 50 per butir kelapa untuk semua klasifikasi.
Dari pantauan detikriau.org pada jalannya rapat mediasi di Aula Kantor Bupati Inhil, Jum’at (25/5) sore, Manajemen perusahaan yang dikomandoi oleh Direktur sekaligus merupakan putra kerajaan Sambu Group (owner) PT. RSUP/RSTM, Mr. Tay Chiatung (Putra dari Tay Juhana yang lebih dikenal dengan panggilan Mr. T) didampingi beberapa orang manajer sempat terlihat beberapa kali terjadi perdebatan sengit dengan perwakilan petani.
Awalnya, Putra Mr. T ini masih bersikukuh bahwa penurunan harga pembelian kelapa oleh perusahannya dikarenakan terjadinya penurunan harga yang sangat drastis pada produk turunan olahan kelapa dipasaran dunia.”Eropa dan Amerika merupakan tujuan utama pemasaran produk perusahaan kami. Belakangan, harga minyak olahan kelapa termasuk produk santan mengalami penurunan harga yang sangat drastis. Ini yang menjadi penyebab utama kenapa harga pembelian kami ditingkat petani juga dengan terpaksa harus kami lakukan penyesuaian,”Ujarnya berdalih.
Saat itu, perwakilan petani melalui ketua Tim Sembilan, Mahyudin, S.Pdi bersikukuh agar pihak perusahaan mematuhi hasil keputusan Tim kajian dari Fak. Pertanian UNRI tentang revisi rumusan harga yang telah disepakati pada rapat tertanggal 16 Desember 2009 di Aula Kantor Bupati Inhil.
Revisi rumusan harga ini didasarkan kepada surat mentri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 628/Kpts-II/1998 tertanggal 11 September 1998 tentang ketentuan pembelian harga kelapa hibrida petani dan penetapan pembelian harga kelapa hibrida petani PIR-Trans yang mengacu pada rumusan harga. Dalam surat Menhutbun ini menyebutkan bahwa rumusan harga pembelian kelapa hibrida sudah tidak sesuai lagi karena hanya memperhitungkan daging buah saja sementara bagian lain dari buah hibrida, seperti tempurung, air dan sabut kelapa tidak diperhitungkan. oleh karenanya diperlukan kajian ulang terhadap komponen pembentuk rumusan.
Ketua Perwakilan kelompok petani. Mahyudin menegaskan bahwa komponen pembentukan rumusan harga yang diperhitungkan oleh tim kajian dari UNRI saat itu disamping memperhitungkan minyak kelapa dan santan juga memperhitungkan harga untuk bungkil, tempurung dan sabut. Ia juga mendesak agar pihak perusahaan mematuhi hasil keputusan yang telah disepakati agar dalam menetapkan harga pembelian kelapa hibrida ditingkat petani bukan semata-mata didasarkan pada fluktuasi harga pasaran dunia pada produk hasil minyak dan santan.
“Petani kita sudah sudah cukup lama merasa gerah. Kita nilai perusahaan selama ini tidak pernah berlaku adil dan cenderung membodoh-bodohi. Saat harga pasaran dunia produk minyak dan santan melonjak, kenapa kenaikan harga pembelian ditingkat petani baru dilakukan setelah ada permintaan dari petani. tapi sebaliknya saat harga pasaran turun, tanpa bla bla bla, harga juga langsung merosot turun.”Ungkap Mahyudin dengan suara lantang.
Mr. Tay Chiatung berdalih bahwa hasil keputusan saat itu belum merupakan keputusan final karena belum memiliki legal formal bahkan disebut hanya sebatas kesepakatn lisan. Bahkan saat itu, salah seorang manajer Sambu Group, Ahlim Ginting malah menyebutkan hasil keputusan tiga tahun lalu itu belum sempat mereka baca.
Pernyataan ini tentunya kembali mendapat kecaman perwakilan petani, mereka menilai alasan yang dilontarkan Tay Chiatung dan Ahlim Ginting terlalu mengada-ngada. “Anda saat itu tidak ikut menghadiri rapat, jadi tolong anda jangan sok tau. Keputusan saat itu sudah merupakan keputusan final dan didasari oleh hasil dari tim kajian.”Sanggah Mahyudin.
Bahkan dalam kesempatan itu, Sekdakab Inhil, H. Alimudin juga mengakui pertemuan tiga tahun lalu sudah merupakan keputusan final. Diakui Sekda, Dalam rapat saat itu, setelah sempat beberapa kali mengalami dead lock, akhirnya di dapatkan satu kesepakatan. Hanya saja menurut Sekda lagi, Pemkab memang luput melakukan monitor atas hasil kesepakatan tersebut.” Gejolak yang timbul saat ini saya nilai diakibatkan keputusan rumusan saat itu ternyata tidak dijalankan,”Kritik Sekda.
Pertemuan yang juga dihadiri oleh beberapa orang anggota DPRD Inhil ini yakni, Zulkifli, Herwanissitas, Edy Harianto, dan Helda Suhanura sempat dua kali dipending. 10 menit waktu jeda pertama menawarkan solusi untuk dibentuknya kembali tim kajian yang akan melakukan perhitungan rumusan harga dan menjelang didapatkannya hasil kajian tim, pihak perusahaan bersedia menaikan harga pembelian Rp. 25 untuk setiap butir kelapa pada semua klasifikasi.
Karena petani menilai pertemuan ini memang dimaksudkan untuk mencari kebaikan pada semua pihak mereka menyetujui untuk dibentuknya kembali tim kajian. Namun untuk kenaikan harga yang ditawarkan kembali mengalami jalan buntu dan terpaksa dilakukan jeda waktu kedua.
Dalam jeda waktu kedua, Tim kecil yang terdiri dari Sekdakab Inhil, Alimudian, Asisten I, Said Ismail, Asisten II, Syafrinal Hedi, Camat Pulau Burung dan Camat Teluk Belengkong melakukan rapat diruang sekda yang diikuti oleh pihak perusahaan yang diwakili Mr. Tay Chiatung, 3 orang perwakilann petani serta pihak DPRD Inhil yang diwakili Herwanisitas. Jeda kedua ini diperoleh kesepakatan perusahaan akan menaikan harga sementara Rp. 50 untuk setiap butir kelapa pada semua klasifikasi dan akhirnya rumusan ini mendapatkan kesepakatan dari semua pihak. (fsl)


hidup petani
ada PT salah, tak ada PT juga salah, sebenernya jangan mau diadu domba dengan pemerintah, yang pada akhirnya paling diuntungkan dari kedua belah pihak
ada oknum yang punya kepentingan pribadi…….. masyrakat harus cerdas, kritis n lebih bijak menanggapinya..
itu kembali kepada pola pikir petani yg slama ini hanya tolak butiran ke pihak Perusahaan.. kenapa msyarakat tidak berpikir utk mulai dengan pengolahan dari produk turunan dari kelapa sendiri ? seperti, Arang tempurung, Kopra, sabut kelapa, dlsb…