Tembilahan (www.detikriau.org) – Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah (Bappeda) Kabupaten Indragiri Hilir melakukan expose tentang Kajian Potensi Daerah Rawa di Kabupaten Indragiri Hilir bertempat di ruang pertemuan Kantor Bappeda, Selasa (30/10). Expose ini disampaikan secara langsung oleh koordinator kegiatan, Professor Dr. Robiyanto H Susanto M.Agr.Sc.
Dalam expose yang juga dihadiri oleh beberapa satker terkait ini, Professor Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang ini memaparkan beberapa hasil kajian terhadap pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan berbagai potensi lainnya. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini nantinya diharapkan akan dapat dipetakannya kondisi potensi dan permasalahan daerah rawa serta solusi dan arahan kebijakan yang akan dituangkan dalam bentuk satu dokumen. Dokumen tersebut nantinya dapat dijadikan acuan dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Indragiri Hilir kedepan.
Dalam salah satu penjelasannya, Professor Subiyanto mengatakan bahwa dari luasan areal potensi persawahan sebesar 46.360 Ha belum mampu dikelola dengan maksimal. Dari luasan area itu, yang baru dikelola hanya sebesar 30.422 Ha dengan rincian dimanfaatkan 1 kali produksi pertahunnya sebanyak 24.400 Ha dan yang dimanfaatkan sebanyak 2 kali hanya sebesar 6.022 Ha.
Program Operasi Pangan Riau Makmur, dicontohkan Professor Subiyanto, target awal dicanangkan sebesar 100 ribu hektar kemudian direvisi dengan target baru seluas 65 ribu Ha. Artinya Inhil sendiri memiliki ketersediann lahan yang sangat besar untuk mendukung program OPRM tersebut. “Ketersediaan lahan pangan tentunya bisa disinergikan dengan program OPRM itu sendiri terutama dalam pengembangan potensi daerah Inhil.”Jelas Profesor yang mengaku sudah 27 tahun menangani kawasan rawa.
Disektor Perkebunan, Inhil sendiri memiliki areal seluas 722.896 Ha yang terbagi kedalam beberapa komoditi perkebunan yakni, kelapa dalamseluas 391.325 Ha, Kelapa Hibrida 50.584 Ha, Kelapa Sawit 157.772 Ha, Sagu 17.465 Ha dan Karet sebanyak 5. 124 Ha.
Professor menilai saat ini masyarakat petani terkesan latah melakukan alih fungsi lahan ke perkebunan sawit. Ia menilai ini akan memberikan resiko yang cukup tinggi. Disamping kurangnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya perkebunan sawit, beberapa hal penanganan perkebunan sawit seperti misalnya pengelolaan harus dilakukan paling lambat 24 jam setelah panen. Tentunya harus ada pabrik pengelolaan yang jelas dan bisa terjangkau dengan cepat. Disamping itu, jika areal perkebunan sawit ini terus bertambah dan tidak diiringi dengan kemampuan daya serap perusahaan selaku pembeli tentu akhirnya akan berimbas sama dengan komoditi kelapa dengan terjadinya penurunan harga. Ironisnya, jika ini terjadi dan masyarakat ingin mengalihfungsikan lahan ke komoditi perkebunan lainnya, eks areal perkebunan sawit akan sulit untuk dikelola kembali.
Untuk mengatasi itu, ia menilai perlu dilakukan pembenahan disektor perkebunan kelapa rakyat yang selama ini sudah menjadi penghasilan utama masyarakat asal dilakukan dalam suatu pola yang terencana dengan pemetaan berbagi potensi dan hambatan dan tentunya secara berkesinambungan.
Untuk memberikan percontohan dari hasil kajian ini, Pemkab Inhil menurutnya sudah menentukan beberapa Kecamatan untuk dilakukan pengelolaan secara terpadu dan ditangani secara bersama-sama.
“Daerah percontohan ini nantinya akan kita kelola secara bersama-sama. Semua satker terkait, akademisi serta stackholder lainnya akan digerakkan di daerah percontohan sampai menunjukkan keberhasilan dan dapat dijadikan contoh bagi daerah lainnya,” Tegas Professor.
Kepala Bappeda Kabupaten Indragiri Hilir, DR. Hj. Alvi Furwanti Alwie,SE.,MM menilai bahwa kajian dirasakan perlu untuk dilakukan dikarenakan selama ini penanganan berbagai potensi daerah cenderung dilakukan secara parsial dan tidak secara simultan atau bersama-sama. Sehingga hasilnya tidak dapat diraih secara maksimal dan terukur.
Lanjutnya, dengan melakukan satu tindakan yang tepat , mulai dari pemetaan masalah, tindak lanjut dalam kegiatan dan sampai mengakses sumber pendanaan. Semua akan dikakukan secara berkelanjutan dan bisa dilakukan evaluasi, sehingga semua bisa menjadi sebuah kondisi yang diharapkan oleh masyarakat, terutama pada daerah-daerah yang ditentukan pada taraf karakteristik pertaniannya
‘Awalnya kita hanya mencoba untuk menerapkan hasil kajian ini pada dua Kecamatan yakni, Kecamatan Batang Tuaka untuk potensi pertanian dan perkebunan, kemudian Kecamatan Tanah Merah untuk potensi perikanan. Tetapi kemudian kita tambahkan untuk dua Kecamatan lainnya yakni Kec. Tembilahan Hulu untuk potensi pertanian dan Kecamatan Reteh untuk pengelolaan Mangrove dan perikanan,” Terangnya.
Ia menyebutkan, kedua daerah yang menjadi lokus ini akan ditangani secara bersama-sama oleh semua stackholder terkait sampai menunjukan keberhasilan yang terukur dan nantinya akan menjadi percontohan bagi daerah lainnya. Tanggal 21 November mendatang Bappeda agendakan untuk melakukan tinjauan secara langsung ke daerah kecamatan yang menjadi lokus tersebut bersama-sama pihak Kementrian, DPR RI, Pihak Provinsi dan Kabupaten.”Insyaallah kita akan mencoba memintakan komitmen mereka untuk mewujudkan rencana ini terutama dari sisi pendanaan.” Tegas Mantan Dosen Pasca Sarjana Universitas Riau (UR) ini mengakhiri. (dro/*0)


moga semua potensi teridentifikasi dengan baik (sumber daya alam, sumber daya manusia, dan seterusnya) begitu juga dengan kendala pengembangan, serta solusinya jelas, …. sehingga inhil benar-benar memiliki program untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang, ….